jamaluddin-latif-dan-ibed-surgana-yuga

[Proses 4] Konsepnya itu Pingin Main-main, Bukan Aktor yang Bermain-main

Konsepnya itu Pingin Main-main | PERTEMUAN untuk latihan yang ke-2 meminjam tempat di home base-nya kawan-kawan Komunitas Gayam, yaitu pada tanggal 25 Juni 2016. Dihadiri Jundan, Desi, Ibed, Jamal, Andi, dan Trie, latihan berjalan dengan santai diselingi diskusi asyik antarkita.

Selepas reading oleh Jamaluddin Latif, tanpa menunggu komando, pembahasan naskah langsung dimulai, utamanya mengenai banyak kemungkinan bisa direalisasikan di atas panggung pementasan nantinya. Selengkapnya sila simak…

JARINGPROject | 25 Juni 2016 | KOMUNITAS GAYAM
PERSONEL DESCRIPTION
Jamal Reading
Ibed Bagaimana kalau bentuk sayap itu juga bisa jadi sapu? Atau apalah… Yang itu merupakan properti bisa dipakai dan identik dengan tukang kebun
Jamal Wahh, kira-kira mengganggu misterius dan sakralnya, gak itu?
Ibed Hemm, piye ya. Atau bisa jadi apa, yang itu adalah properti tukang kebun
Jamal Iya sepakat sih. Cari sesuatu, dia sayap itu tetap sebagai wakil mistis, sakral, dan lain-lain, tapi dengan tanpa harus merusak sisi kemisteriusannya.
Trie Bagaimana kalau sayapnya dari bulu, yang itu kelak juga bisadifungsikan sebagai kemoceng?
Ibed Atau kalau mau, kemoceng itu diselipkan pada sayapnya.
Andi Sekalian aja lapnya juga ditaruh di sayap.. hihi Srimulat banget ya…
Ibed Tapi memang butuh juga, di atas panggung itu tetap dihadirkan sayap itu. Entah bagaimana teknisnya…
Jamal Iya, bayanganku sayap itu tergantung. Tapi kalau tergantung terus juga gak bagus. Mungkin ada teknis untuk memain-mainkan
Ibed Dalam adegan, mau sesekali Bung Jamal pakai sayapnya itu, gak?
Jamal Sangat mungkin. Harus nooo…
Aku membayangkan sayap itu di atas panggung juga tak diam, tapi sering juga digerakkan. Ke kanan, ke kiri, ke atas, dll. Contohnya misalnyapas aku bikin jala, dan kemudian sayap itu di tenga2nya sebagai penampakan tertangkap
Ibed Bagaimana kalau diganti juga dengan burung-burungan mekanik yang digantung dan mengepak sendiri –atau pakai battery– sebagai bagian dolanan. Bikin sebagai aksen. Itu menarik
Jamal Wah iya… Itu sangat mendukung juga waktu kehadiran malam saat mimpi. Ini bagus.
Ibed Aku juga tadi bikin catatan, bahwa Jibril itu benar-benar memiliki kontek sedang main-main. Mungkin Mbak Desi bisa menjelaskanknya dengan “kalimat” entah di mana. Ini penjelasan sebagai benar-benar malaikat yang  mau bermain-main.
Desi Ini teknisnya paling pas di mana? Karena masih ada bagian yang terputus ini
Ibed Nah itu dia, nanti bisa sama-sama kita cari
Ibed Trus aku juga berpikir tentang mempraktekkan “peristiwa,” nah keknya itu kudu disepakati juga. Misalnya gak harus “present” atau gimana…

Aku ngeh-nya di naskah halaman 2 misalnya: ada kata “Seperti sekarang”

Nah apakah gak akan lebih oke kita bikin “waktu itu” atau “ketika itu.”

Iya, ini aku baru menyadari. Dari beberapa monolog yang sering kusimak, sering banget lepas dalam pelogikaan waktu seperti itu.

Artinya, di atas panggung kita harus jelas, mana yang bagian menceritakan dan mana yang tidak. “Kujatuhkan genting itu” ini sebagai peran malaikat, tentu akan berbeda dengan ketika ia bercerita kepada penonton

Jamal Jadi bisa saja ketika peristiwa ada, ia berjarak, misalnya barengan tapi beda ruang, nah aku sambil menunjuk. “Waktu itu kuperintahkan genting jatuh” ini dibarengi dengan wujud genting yang juga jatuh.
Ibed Kalau soal naskah, ini sudah mulai bisa dihafalkan kok bung
Jamal Oke oke, sudah bisa kok.
Nah, ini berangkat dari Cerpen dan Danarto. Ini sudut pandangnya adalah Malaikat, tapi aku kok jadi pingin mengakomodasi idenya Ari Wulu. Yaitu tanpa mengurangi sudut pandang si Malaikat, tapi aku tetap mau menjadi “Pencerita” sebagai Tukang Kebun.

Tukang kebun yang sangat bercerita gitu deh… 🙂

Ibed Kalo aku secara pribadi, gak gitu setuju dengan idenya Mas Wulu kemarin. Karena logikaku Mas Jamal adalah sebagai Jibril, bukan tukang kebun.

Dan mengenai bolak-balik peran, menurutku kalau di sini, gak ada pencerita sebagai Jamal pun Danarto. Yang ada saat bercerita adalah si Jibril yang bercerita sebagai penonton. Kalaupun misalnya saat mimpi, situ ngomong aku “Jamal” didatangi saat bermimpi.

Artinya, ada saat Jibril yang peristiwa, ada saat Jibril bercerita, pun tukang kebun ada saat untuk bercerita. Jadi gak ada kan di situ “Jamal” sebagai pencerita. Itu kalau aku. Tapi, sangat bisa saja sih kita bikin Jamal sebagai “pencerita,”
Nah gimana…?

Jamal Berarti ini nih harus, ketika jadi malaikat ya benar-benar sebagai Malaikat, pun saat jadi tukang kebun, benar-benar sebagai tukang kebun.
Jadi gak bisa “mletho” dan celelekan. Artinya…. Ya memang ada masanya “celelekan” tapi kan konsepnya sedang pingin main-main, bukan aktor yang sedang bermain-main.

Konsepnya itu Pingin Main-main