SALAH satu rangkaian menjelang pertunjukan SEKARMURKA yang akan dilakoni JARINGPROject Team, adalah melaksanakan Master Class di Padepokan Seni Bagong Kussudiardja yang berlangsung hari Rabu 29 November 2017. Diskusi pada Master Class tersebut diisi oleh Ibed Surgana Yuga, yang dalam proses kali ini berperan sebagai sutradara pementasan.
Pertemuan dimulai sekitar pukul 10.30. Dihadiri oleh empat seniman pasca terampil – program dari PSBK, dan tiga anggota JARINGPROject, yaitu Desi Puspitasari sebagai penulis naskah, Dinu sebagai salah satu aktor dalam Sekar Murka, dan Andy Setyanta sebagai pimpinan produksi JARINGPROject.
Ibed membuka percakapan dengan menceritakan proses yang dilakoninya. Membandingkan cara kerja Ibed di Kalanari Theater (kelompok teater yang didirikannya) dengan di JARINGPROject sangat berbeda. Otoritas sebagai sutradara di Kalanari sangat penuh dan ia berkuasa mengambil setiap keputusan akhir. Sementara di JARINGPROject, Ibed harus melakukan tawar menawar dengan setiap seniman yang bergabung di sana.
Perlu diketahui, di dalam project “Sekar Murka” kali ini, seniman yang terlibat masih tetap interdisiplin seperti dalam proses Menjaring Malaikat beberapa waktu lalu. Ibed harus bisa menempatkan diri dan beradaptasi saat berinteraksi dengan seniman yang tak memiliki latar belakang teater sama sekali. Seperti misalnya, Desi Puspitasari yang berlatar belakang sastra, Roby Setyawan yang kedapuk sebagai tim artistik karena memiliki latar belakang seni rupa namun sekaligus sebagai pencabik gitar band musik FSTVLST, dan Ary Wulu sebagai penata musik yang sehari-harinya bekerja sebagai pengisi scoring game virtual.
Menjelang Pertunjukan SEKARMURKA
Di bawah ini adalah beberapa poin yang bisa kami sajikan dari acara diskusi Master Class menjelang pertunjukan SEKARMURKA bersama Ibed Surgana Yuga, yang disarikan dari catatan M Dinu Imansyah;
- Tidak mungkin berkarya tanpa konsep. Permasalahannya adalah hanya bagaimana seorang seniman mampu mengartikulasikan pemikirannya secara verbal atau deskriptif.
- Ketika seorang seniman masuk dalam sebuah komunitas atau pembelajaran seperti misalnya residensi di sebuah tempat, ini diartikan bahwa dia bukan sebagai orang yang tidak tahu atau bahkan baru tahu bagaimana caranya mengonsep. Lebih dari itu, ia adalah orang yang sedang mengembangkan konsep yang sudah dimiliki.
- Ketika kita berkarya, dengan (atau tanpa) orang lain, prinsip-prinsip kolaborasi sebenarnya sudah berjalan. Prinsip kolaborasi pada dasarnya ketika sesuatu di luar diri ini mempengaruhi ruang-ruang kreatif dalam diri (tidak harus berbentuk orang). Dalam “tabrakan-tabrakan” semacam ini pasti akan menciptakan tawaran-tawaran tertentu.
- Tegangan atau tabrakan dalam berkarya seni penting sekali, sebab dari sanalah ide kita bisa berkembang.
- Karya-karya seni yang sudah melalui berbagai macam tabrakan atau halangan bakal menciptakan karya seni yang tahan banting.
- Seniman pada dasarnya ketika berkarya selalu “cari perkara” “cari masalah”.
- Ketika bertemu dengan sebuah ruang, seniman akan selalu diminta untuk “memilih”: bagaimana dia mampu menempatkan diri (beradaptasi) dengan ruang yang ada, misalnya ketika kita terbiasa untuk berproses yang lebih “keras” lalu kita harus bekerja di sebuah komunitas yang lebih “lunak”, kita harus bijaksana dalam menempatkan diri agar tidak “menghancurkan” ruang baru yang kita masuki itu.
- Hal yang banyak terjadi di dunia seniman kita adalah bagaimana seorang seniman mau menengok ruang yang lain, berbenturan dan berkenan untuk menempatkan diri untuk sama-sama membangun rung tersebut, bukannya mengobrak-abriknya atau bahkan enggan menyentuhnya.
- Saling memahami proses bekerja sangat penting dalam berkolaborasi.
- Kualitas kebaikan karya tidak bisa dinilai dari perbenturan. Pada akhirnya kualitas akan tergantung bagaimana kita mau memahami dan cermat dalam menentukan pilihan-pilihan bersikap (dan berkarya).
- Meski sebagai sutradara yang artinya punya kuasa penuh, Ibed memang tak buta pada isu terkini yang sedang merebak, akan tetapi ia tidak pernah berpretensi untuk mengangkat isu yang sedang “panas” itu. Karena baginya isu-isu terkini yang sedang merebak hanya caci maki sementara yang sifatnya sebatas bertahan dalam tempo singkat. Isu-isu semacam itu adalah isu-isu yang tak punya pijakan. Kalaupun punya, akan cepat goyah. Sehingga bagaimana mungkin kita bisa menciptakan karya seni yang mapan kalau pijakannya goyah. Karenanya Ibed lebih cenderung pada isu-isu yang lebih universal, isu-isu yang terjadi pada manusia dan kemanusiaan.
- Kecerdasan seorang seniman tergantung dari bagaimana dia mampu menempatkan ruang (baik isu atau hal yang lain) di momen yang tepat.
- Sebanyak apapun “benturan” yang dialami seorang seniman, tidak akan bisa memberikan pengaruh atau pengalaman yang banyak padanya jika dia tidak bisa memilih penyikapan tepat.
- Sangat penting bagi seorang seniman untuk memiliki kesadaran akan keterbatasan-keterbatasan yang ada pada diri. Artinya, tak usahlah muluk-muluk hendak menguasai segala hal. Cukup memahami kapasitas diri sendiri.