Pertunjukan Monolog Menjaring Malaikat | Meski merupakan bentuk naskah baru, namun dalam menggarap pertunjukan monolog “menjaring malaikat” kami tetap berpijak pada karya yang diusung oleh penulis aslinya, Danarto, yaitu membawa konsep antara realis dan surealis sebagaimana yang termaktub pada naskah “mereka toh tak mungkin menjaring malaikat.” Karenanya, bisa saja dikatakan bahwa; bagian sureal itu merupakan bentuk realis magis yang biasa diusung oleh danarto dan dihadirkan kembali di pertunjukan.
Dalam naskah monolog “menjaring malaikat” ini, selain melakonkan dua tokoh utama, yaitu tukang kebun dan malaikat, terdapat pula beberapa tokoh sampingan; bapak guru dan murid-murid SD.
Sebagai kemerdekaan dalam berkarya dan berekspresi, kami menambahkan satu ‘tema’ korupsi di dalamnya. Artinya, selain mengadaptasi karya asli Danarto yang telah dipublikasikan pada tahun 1975, kami juga mengusung isu kekinian, yang di dalam isu tersebut juga terkandung pesan kepada penonton. Hal ini disuguhkan karena menurut kami cerpen “mereka toh tak mungkin menjaring malaikat” memiliki potensi bagus untuk dikembangkan secara luas, bahkan hingga ke segala isu. Oleh karena itu akan terlalu sayang apabila pementasan monolog “menjaring malaikat” hanya sekadar mengalih-mediakan dari cerpen menuju ke panggung.
Bagian realis dari pertunjukan dapat ditemukan pada tokoh tukang kebun. Pekerjaan sehari-harinya, kehidupan sulitnya, dan juga pertumbuhan karakter tukang kebun – dari si tukang yang acap ngegerundel karena kesusahan hidupnya, hingga bagaimana ia memiliki harapan besar untuk menjaring malaikat demi mengentaskan masalah besar negera; korupsi.
Sementara untuk bagian surealis atau kami sebut pula dengan istilah realis magis adalah dengan menghadirkan sosok Jibril ke atas panggung. Kami reka ulang wujud Jibril yang pada waktu-waktu sebelumnya tak bisa ditemukan secara pasti dalam literer, menjadi sosok yang hadir dengan kostum dan kendaraan tertentu. Selain itu, kami menghadirkan juga malaikat kecil sebagai pendukung pada bagian surealis tersebut, yang di bagian ini penonton bisa melihat ada tiga sosok lain di atas panggung, namun si tukang kebun justru tak mampu menangkap bayangan apapun.
Bagian selanjutnya adalah adegan mimpi yang dialami si tukang kebun. Dalam mimpi si tukang kebun tersebut, Jibril hadir dan kemudian mengatakan ingin bermain dengan anak-anak. Bagaimana bagian adegan ini digarap, apa saja yang dilakoni si tukang kebun, dan hal-hal lain yang menyertainya, adalah bagian yang menghadirkan suasana begitu surealis sekaligus magis. [dps]